Pages

Minggu, 07 November 2010

Jangan Tinggalkan Aku Sendiri

 " If you walk alone, i'll be your shadow..."

After midnight.
Tak pernah kurasakan malam yang begitu sunyi seperti ini.
Aku sendiri, terbungkus dalam udara dingin yang bertiup lewat jendela kamarku.

Saat-saat aku sendiri dalam kamar, tanpa teman, selalu saja aku menjadi rapuh seketika.
Entah apa yang salah, aku merasa aku dicekam sedih berlebihan bila sendirian.
Seakan-akan aku merasakan orang-orang yang mencintai dan aku cintai pergi meninggalkan aku.

****

"Dari mana, sayang?" tanya Mario.
"Menurutmu? Bukankah kamu tahu aku bekerja?" jawabku dengan nada tinggi.
"Ini jam satu malam, Sandra...aku khawatir denganmu..." jawab Rio.
"I'm fine..." jawabku pendek.

Rio tidak bertanya lagi, dia malah pergi ke dapur.
Aku masuk ke kamar dengan jengkelnya.


"Sandra, lain kali kalau pulang telat, beri tahu aku dulu ya, aku menunggumu sepanjang malam..."
"Ya! Aku tahu...! Kamu miskol aku tiap 15 menit, mengirim SMS puluhan kali seperti orang gila," jawabku.
"Aku bisa berhenti jika kau membalasnya, satu kali saja, tapi kamu tidak..."
"Rio, tolong pergi.... kamu menyalahkan aku sekarang ya?"
"Jadi kamu tidak sadar kalau kamu memang salah?" bantah Rio.
"Aku capek, jangan ajak aku bertengkar.... Kalau kamu mau, kamu pergi saja?"

Rio meletakkan secangkir teh yang masih mengepulkan asapnya di meja nakas, dan pergi tanpa bicara sepatah kata pun.
Terima kasih Rio, buat secangkir teh hangatnya.
Tak terasa air mataku jatuh bergulir. Mengapa aku begitu jahat padanya, sedangkan dia begitu baik padaku.


 ****
Tuhan, dia begitu manis dan sayang padaku.
Dia membuatku merasa menjadi wanita paling dicintai di dunia.
Tapi ...
Aku takut tidak bisa membalas cintanya...

"Sandra, aku datang!" pekik Mario sambil menenteng tas plastik belanjaan.
Sore itu aku menangis untuk kesekian ribu kali... 
Aku menghapus air mataku, semburat merah di mataku masih membekas, berharap Rio tidak melihatnya.
"Yaa...!" sahutku. "Apa yang kamu beli, sayang?"
"Aku belikan kamu gula kapas, supaya kamu jangan sedih lagi..."
Aku tersenyum pahit seketika.  

Rio menyodorkan segumpal besar gula kapas.
"Terima kasih, ya...." kataku terharu.
Sedikit demi sedikit gumpalan helaian gula manis itu lumer di mulutku.
Rio memandangku puas,
"Kau cantik sekali saat makan gula kapas..." katanya kemudian. "Seperti gadis kecil dengan permennya."
Aku tersenyum . 
Rio, terima kasih sudah membuatku tersenyum.

****

Sandra, apa yang kamu pikirkan?
Akhir-akhir ini aku tergoncang begitu hebatnya. Sampai-sampai aku mempertanyakan keteguhan hatiku sendiri untuk mendampingi Mario, dalam suka dan duka, sepanjang hidup.
Aku hampir menyerah pada ujung kesabaranku.

Sebulan yang lalu tanpa sengaja aku bertemu dengan Rendi, mantan pacar pertamaku. Surprisingly, dia bilang baru saja bercerai dengan isterinya.
Godaan yang maha hebat menghampiriku.Aku melihatnya seperti jawaban dari kekurangan hidupku.
Dia tampaknya menjadi sosok suami yang "sempurna" bagiku, menggantikan Mario.

Aku tahu Rio tahu bahwa aku gelisah. Dia seakan membaca bahwa aku tidak betah lagi dalam suasana seperti ini. Entah kekhawatiran tentang masa depan, entah cinta yang mulai luntur.

Dan seperti biasanya, aku suka memendam kesedihanku sendiri, atau melampiaskannya dengan caraku sendiri. 

"Sayang, mungkin kita perlu mencoba lagi, supaya kita bisa punya anak," kata Mario suatu malam.
Saat dia tahu aku masih saja meminum pil KB tiap hari, tanpa terlewati. 
"Aku belum siap," jawabku, seperti biasa. "Kita belum siap, Mario..." 
"Menurutmu kapan kita bisa siap?"

Aku ingin memekik, YAAA...kalau kita sudah punya rumah yang besar, dan tabungan yang sangat banyak. Sehingga aku tidak perlu bekerja lagi, supaya setiap hari aku bisa merawat anakku sendiri. 
Keinginan antara punya anak dan melepaskan karir cemerlangku adalah bantahan-bantahan dalam hatiku yang tiap hari menyiksaku. 
Sumpah, aku tidak yakin Rio bisa menghidupi kami hanya dengan gajinya yang tidak menentu dan pas-pasan. Berapa sih, gaji seorang pegawai kantor pos?

Sampai kapan ini terjadi? 

"Sandra, kamu semakin tampak buruk setiap harinya...Aku sedih melihatmu seperti ini... Menurutmu apa yang bisa kulakukan untuk membuatmu lebih baik?"
Aku diam tak menjawab... 

"Jangan bersamanya hanya karena kamu kasihan padanya, Sandra...Kau juga berhak bahagia," demikian kata Rendi yang masih terngiang di benakku.

Rio menghampiriku, "Aku sayang padamu, Sandra..." sambil menyentuh lembut pipiku
Dan kemudian dia pergi meninggalkan aku yang terhujam perih mendengar kata-katanya.
Terima kasih untuk rasa sayangmu padaku, Rio....

Kini semua tampak berantakan. Sampan telah membentur batu karang, hancur berkeping-keping...


****

Dua hari yang lalu Mario berkemas dengan barang seadanya, dan dia bilang sudah mendapat rumah kontrakan kecil baginya. Aku tidak pernah menyuruhnya pergi, tapi aku juga tidak pernah menghalanginya. Aku butuh waktu sendiri untuk berpikir, sambil mengurus semua keperluan perceraian.

Dalam kesendirianku aku bahkan selalu terkenang apa yang  aku dan Mario lalui di rumah ini, setiap sikap manisnya, sekaligus mengingatkan betapa ketidakberdayaannya telah membuatku gamang bersamanya lagi.

Beberapa hari kemudian Maya, seorang teman kerjanya mampir ke rumahku, dia mengatakan akan mengambil sesuatu milik Mario yang tertinggal di dalam ruang kerja Mario. 
Tanpa terlalu perduli aku mempersilakan dia masuk dan mengambilnya sendiri. 
Tak berapa lama Maya keluar dari ruang kerja Mario. Dia memasukkan sesuatu dalam sebuah amplob besar dan pamit padaku.


Tiba-tiba aku tergerak untuk memanggilnya.
"Biar aku yang mengantarkannya pada Rio, please...." pintaku.
Ragu-ragu Maya memberikan amplob itu padaku.
Setelah Maya pergi, aku membuka amplob itu.
Sebuah pigura kayu hitam sederhana, membingkai sebuah foto pernikahan. Seorang gadis dengan gaun putih yang megah, sedang memeluk seorang pria di kursi roda. Kesan gambarnya begitu kuat dan syahdu. Begitu mengharukan, sehingga aku tak bisa menahan tangisku.


Gadis dalam foto itu telah menunjukkan padaku, bahwa cinta seharusnya bisa menyeberangi semua keadaan...
Cinta jauh lebih kuat daripada sekedar kaki patah yang tidak bisa berjalan, atau hati yang rapuh karena kebimbangan...

Foto itu telah menampar keras padaku. Lima tahun masih terlalu pendek untuk menyerah, bukankah pernikahan adalah untuk seumur hidup? 

Teringat saat pernikahan kami, waktu itu Rio membisikkan dekat telingaku, "Jangan tinggalkan aku, Sandra... I Love you..."

Aku terisak teringat saat itu.

"Tidak, Rio...Jangan tinggalkan aku sendiri...." isakku dalam tangisku.

Aku membutuhkanmu, untuk segumpal gula kapas, untuk secangkir teh hangat, dan kalimat sayang yang tulus kamu ucapkan padaku. Aku membutuhkanmu untuk mencintaiku....

****

Suatu sore aku mampir meja kerja Mario. Sudah lama nian aku tidak melihat-lihat apa yang sedang dia lakukan di sana. 

"Hai Sandra, kau baik sekali mau mampir ke sini, mau mengirimkan surat atau paket?" canda Mario.
"Tidak," jawabku sambil tersenyum."Aku mengunjungimu."
"Manis sekali," jawabnya. Matanya berbinar seperti pijaran kembang api yang meriah.

"Sudah selesai jam kerjanya, mari aku antar pulang," kataku.
Aku kemudian mendorong kursi Mario.

Ya, karena sebuah kecelakaan mobil, kaki Mario patah lima tahun yang lalu, tepat sebelum aku dan dia akan menyelenggarakan pesta pernikahan....

That girl in the pic.... was ME.

"If you're alone, I'll be your shadow.
If you want to cry, I'll be your shoulder. 
If you want a hug, I'll be your pillow. 
If you’re happy, I'll be your smile. 
But anytime you need a friend, I'll just be ME."
(anonymous)






Free MP3 Downloads at MP3-Codes.com


Walk on, through the wind...
Walk on, through the rain...
Though your dreams be tossed and down

(You'll never walk alone, ELVIS PRESLEY)

2 komentar:

cryclown mengatakan...

you'll never walk alone..liverpool...

hehehe

Hetty Rafika (Gayatri Shop) mengatakan...

Liverpool...Jadi inget the Beatles...
yesterday, Love was such an easy game to play, now i need a place to hide away...

Posting Komentar